-RIA-
Aroma tanah selepas hujan
selalu menenangkan, setidaknya itulah yang dirasakan Ria malam ini. Ria terduduk
sendiri di Cafe kecil di ujung gang perumahannya. Ria bosan dia menutup materi
praktikum fisika yang besok akan dilakukannya bersama teman sekelompoknya,
padahal sudah jelas terprediksi akan ada pretest mengenai praktikum yang
nilainya sudah tentu berimbas ke nilai semester yang akan diajukannya untuk
beasiswa tahun depan. Ria enggan berkonsentrasi pada angka perhitungan tenaga
yang dihasilkan oleh air yang mengalir pada bendungan buatan yang tadi
desainnya telah ditunjukkan Rio. Rio si anak cuek yang hanya berstatus
penggenap dalam kelompok dengan sangat tiba-tiba menawarkan bantuan membuatkan
replika bendungan.
Harusnya Ria konsentrasi
pada rumus mekanika fluida untuk menyelamatkan dia dan kelompoknya besok, tapi
otaknya serasa tumpul jika membayangkan besok akan lebih banyak bersentuhan dan
berinteraksi langsung dengan Rio. Lagi-lagi Rio, lelaki yang telah mengambil tempat
dihatinya tanpa permisi. Memang baru pertama kalinya mereka digabungkan dalam
satu kelompok karena kelas mereka berbeda, namun karena Pak Yunus pengajar
fisika di kelas Rio yang medadak sakit, tanggung jawab berpindah ke Pak Rudi
pengajar Fisika di kelas Ria. Mau tidak mau jadwal praktikum harus digabungkan
untuk mempermudah Pak Rudi membagi waktu. Dan susunan nama yang sama membuat
Ria dan Rio tergabung dalam satu kelompok bersama dengan kelima rekan lain yang
juga namanya berawalan huruf R. Disinilah Ria langsung membenci mama karena
memaksakan nama depan anaknya harus berawalan huruf R.
Kepala Ria mulai berasap,
sudah setengah jam dia terduduk di cafe kecil ini yang selalu menjadi tempat terbaik
Ria memulihkan konsentrasi setiap pikirannya dipenuhi oleh bayangan Rio. Ria memilih
duduk di meja terluar dengan harapan semilir angin malam sisa hujan mampu
mengusir aroma blue jeans parfum Rio yang akhir akhir ini semakin sering Ria
rindukan. Tepat ketika Ria menegakkan kepala bersiap menanyakan pesanan Choco
Latte hangat yang tak kunjung datang pandangannya bertemu pada sepasang mata
coklat yang juga terpaku terkejut memandanganya. Mata milik Rio.
-RIO-
Harusnya malam ini Rio
menyelesaikan bendungan berbentuk prisma yang sudah dijanjikannya untuk
digunakan kelompok praktikum Mekanika Fluida besok. Namun Rio kesulitan
mengukur dimensi bendungan karena dimensi ruang pertemuannya dengan Ria besok
ikut terukur. Bagaimana bisa Rio berkonsentrasi mengukur lebar bendungan
sementara pikiran Rio berkelana ikut mengukur berapa lebar jarak aman dirinya
dan Ria agar kehadirannya diperhitungakan oleh teman masa kecilnya yang
merangkap cinta pertamanya si ketua kelompok pujaan hatinya. Rio mulai sebal
tingkah nakalnya tidak lagi mampu menarik perhatian Ria. Sehingga wajar Rio
nyaris bersorak ketika digabungkan dengan Ria di praktikum Fisika Dasar hanya
karena struktur nama yang hampir sama. Disinilah Rio langsung ingin mencium
ibunya yang memberikan nama berawalan R untuknya. Dan ketika Ria tampak
kesulitan membagi kelompok untuk membuat prototype bendungan yang hanya tersisa
waktu satu hari, Rio langsung mengajukan dirinya. Tanpa pikir panjang yang
disambut dengan senyum manis berlesung pipi andalan Ria yang selalu Rio
rindukan. 6 jam setelah adegan pahlawan siang bolong tersebut Rio menyesali
keputusannya karena jadwal final classmeet futsal melawan IPS 2 batal karena
Rio si Kapten yang masih harus berkutat dengan miniatur bendungan yang masih
belum terlihat bentuk akhinya.
Pikiran Rio kalut
membayangkan bendungan nya tak kunjung rampung sementara malam mulai menjelang.
Tiba-tiba Rio teringat mas Firman anak Pak RT pemilik cafe diujung gang yang
juga sarjana Teknik Fisika. Tanpa berpikir panjang Rio mengemasi bendungannya.
Mas Fiman nampak masih
sibuk menyiapkan secangkir choco latte ketika Rio datang dari halaman belakang.
Seolah tahu permasalahan Rio yang saat itu sedang menenteng prototype
bendungan, Mas Firman menyuruh Rio menunggu di luar. Tepat ketika Rio
melangkahkan kaki keluar dapur dan mengedarkan pandangannya untuk mencari
tempat yang nyaman sambil menunggu Mas Firman, Rio terkesiap, pandangannya
tertumbuk pada sepasangan mata yang menghantui hari harinya selama ini. Mata
milik Ria.
Ria dan Rio duduk
berhadapan di meja terluar cafe dengan secangkir Choco latte untuk Ria dan
secangkir Expresso single scop panas milik Rio. Keheningan yang menyenangkan
bagi Rio dan Ria yang hanya duduk tanpa kata dan diam diam saling mencuri
pandang. Keheningan yang langka didapatkan dihari-hari mereka, Rio tak pernah
bisa diam ketika berada bersama teman-temannya di sekitar Ria, Rio sibuk
membuat dirinya cukup terlihat dalam jarak pandang Ria dengan menggoda banyak
wanita disekitar mereka, sementara Ria terlalu malas melihat pemandangan
tersebut, jauh di dalam hati Ria merindukan tawa Rio untuknya ketika
menertawakan Ria yang terjatuh bersepatu roda saat mereka masih berseragam
merah putih. Namun kini di malam ini semesta menggerakkan kuasanya, dua
tetangga yang persahabatannya dikacaukan oleh panah asmara,duduk satu meja. Ria
dan Rio duduk diam saling berhadapan sibuk dengan pemikirannya masing-masing.
Ria mengambil nafas mencoba
memberanikan diri menyapa Rio. Rio pun melakukan hal yang sama, tepat ketika
mereka membuka mulutnya tanpa Ria dan Rio sadari ada mobil kehilangan kontrol
rem melaju kencang dari arah jalan raya mengarah ke Cafe diujung gang. Mobil
baru terhenti ketika menabrakkan diri ke tembok dalam Cafe. Pengunjung di area
dalam Cafe semua selamat termasuk pengemudi toyota avanza tersebut, tapi tidak
untuk pengunjung di luar Cafe. Meja terluar terlempar paling jauh.
Ria masih terbaring lemas
di ruang ICU, Orang tau Ria memutuskan mengirim anak bungsunya ke Melbourne
untuk mendapatkan perawatan terbaik atas cedera tulang belakang yang dapat
menyebabkan kelumpuhan setelah tulang ekor Ria menghantam bahu jalan dengan
posisi yang ganjil sesaat setelah toyota avanza tanpa kendali melemparkannya.
Kondisi Ria masih sama seperti ketika dia sampai di Rumah sakit ini 6 bulan
yang lalu. Pergerakan jantung Ria terbaca pada layar disebelah kepalanya.
Jantung itu masih berjuang untuk berdetak. Ria masih bertahan karena dia yakin
Rio melakukan hal yang sama. Ria tidak boleh mati. Ada hal yang harus Ria
sampaikan untuk Rio.
ICU Rumah sakit Mount
Elizabeth tampak sunyi, hanya ada bunyi alat perekam jantung yang konsisten
menampilkan kerja jantung Rio. Rio membutuhkan tanaga ahli dari Singapura untuk
menyembuhkan cidera kepala belakang yang dapat menyebabkan kelumpuhan setelah
kepalanya tanpa pelindung menghantam deretan motor yang terparkir di halaman
cafe sesaat setelah bemper toyota avanza melemparkannya, itulah sebabnya
orangtua Rio mengirimkan anak semata wayangnya ke Singapura 6 bulan yang lalu.
Rio masih berjuang untuk tetap bernafas, karena Rio tahu ada hati Ria yang sedang
berjuang untuknya. Rio tidak boleh mati. Ada hal yang harus Rio sampaikan untuk
Ria.
Ria dan Rio sama-sama berjuang
dengan berani melawan kematian, mereka bersama-sama bertahan hidup agar dapat
menyampaikan perasaan masing-masing. Karena Ria dan Rio meyakini kebenaran
pepatah lebih baik terlambat daripada
tidak sama sekali.
Mereka tak tahu ada pepatah lain
yang menyebutkan kesempatan yang sama
tidak akan datang dua kali.
–sekian-






